Rabu, 23 April 2008

BERSYUKURLAH ATAS APA YANG ADA

Islam mengajarkan umatnya untuk selalu bersyukur terhadap karunia Tuhan yang diberikan pada umatnya. Hal itu dapat diaplikasikan dengan jalan mengucap hamdalah dan menyisihkan sebagian harta untuk dizakatkan.

Saat ini, memang harga-harga bahan pokok melonjak tajam. Beras menjadi mahal, minyak tanah langka, minyak goring mahal, dan harga barang-barang lain yang semakin membubung.

Mungkin bagi kita yang berkecukupan, hal tersebut tidak menjadi problem karena income kita lebih besar dibanding konsumsi. Sedikit berteori: Y=C+S.

Y= pendapatan, C= konsumsi, dan S= tabungan.

Berarti jika terjadi kenaikan harga maka C akan naik dan mengurangi alokasi S yang ada. Pengurangan tersebut dirasa tidak terlalu berarti karena pendapatan yang dialokasikan untuk ditabung masih cukup banyak.

Namun pernahkah kita berfikir pada orang-orang yang memiliki pendapatan kecil dan tak menentu. Tentu mereka akan sangat kesulitan untuk mengatur keungan. Untuk menghemat biaya, mereka kadang hanya makan sekali sehari dengan lauk seadanya. Tak jarang dari mereka yang putus asa dan memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Semua masalah itu memang suatu pemandangan yang sering kita lihat di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Makasar, Semarang,dll. Tetapi di daerah pedesaan, masalah tersebut kemungkinan dapat diminimalisir bahkan dihindari. Hal itu terjadi karena mereka yang tinggal di desa masih memiliki lahan yang dapat ditanami sayuran atau ketela pohon.

Hal tersebut saya lihat di desa asal saya. Kebetulan saya adalah anak desa yang sedang menuntut ilmu di kota. Para petani menanami sawah yang digarapnya dengan berbagai tanaman yang berguna seperti padi, kedelai, maupun kacang panjang. Padahal, jika kita telisik lebih dalam, pendapatan mereka tidak jauh beda dengan para pekerja kasar yang bekerja di kota-kota besar. Bayangkan saja, mereka mencangkul seharian hanya dibayar Rp. 15.000 dan itupun harus menyelesaikan seluas 1000m2 atau orang desa menyebutnya dengan 1 kesuk. Jadi pendapatan rata-rata perbulan hampir sama dengan uang jajan kita selama sebulan. Ditangan mereka, uang segitu dapat digunakan untuk menghidupi seluruh keluarga. Sungguh fantastis. Mereka selalu berfikir untuk bekerja pada hari esok untuk menghidupi sehari kedepan. Mereka tidak terlalu berfikir muluk-muluk seperti ingin memiliki rumah mewah atau mobil mewah. Mereka hanya memanfaatkan atas apa yang ada dan tidak terlalu menuntut lebih dari kemampuannya.

Satu hal yang dapat kita ambil dari cerita diatas adalah selalu bersyukur atas apa yang ada dan tidak terlalu ”ngoyo” untuk mencari kesenangan duniawi. Jika setiap orang mampu untuk mengimplementasikan satu hal kecil tersebut, yaitu selalu bersyukur, niscaya berbagai halangan dan hambatan akan dapat dilewati dengan mudah. Walaupun kita kekurangan, kita tetap harus selalu bersyukur agar Allah SWT selalu melimpahkan rizkinya pada kita.

Percayalah bahwa Allah SWT maha kaya dan akan memberikan rizkinya pada umatnya yang mau bersyukur.

Semoga kita tergolong umat yang mau dan senantiasa bersyukur atas apa yang ada.

KISAH SEBUAH KEBAIKAN KECIL

Joni, seorang mahasiswa ekonomi. Dia memiliki seorang pacar bernama Aisya yang telah sebulan dipacarinya. Pacarnya satu tingkat dibawahnya. Suatu saat di penghujung November, terdapat kuliah pengganti di sore hari. Joni dan Aisya keluar kelas bersamaan, dan Joni memutuskan untuk mengantar Aisya ke kostnya. Jam butut di tangan kanan Joni sudah menunjukkan pukul 17.01. Hujan deras pun mengguyur tanah Ngayogyakarta. Hujan seakan tak mau berhenti membasahi area disekitar pelataran parker fakultas ekonomi. Joni pun segera bergegas pulang bersama Aisya yang sudah menunggunya di selasar. Taksi yang dari tadi menunggu di lobby parkiran ekonomi pun segera mereka naiki. Kemudian taksi melaju dengan kencang menembus derasnya air hujan.

Namun, saat akan melewati perempatan di depan MM, taksi mengerem dengan tiba-tiba. Dari balik kaca taksi, Joni melihat Retno,yang menyeberang jalan dengan sangat tergesa-gesa. Ya, Retno. Teman seangkatanku yang terkenal dengan sebutan ”miss Katrok”. Memang gayanya yang sangat norak dan ndeso plus ditambah bahasa ngapaknya khas Kebumen membuatnya sering diejek oleh teman-teman.

Retno yang tergesa-gesa menyeberang jalan hampir terserempet taksi yang ditumpangi Joni dan Aisya. Karena kasihan melihat dia yang basah kuyup diguyur derasnya hujan, Joni dan Aisya pun mengajaknya untuk sekalian pulang. Kebetulan kost Aisya satu jalan dengan kost Retno yaitu di daerah Pogung Baru.

Dia akhirnya mau untuk menumpang taksi bersama-sama. Saat di perjalanan, Aisya menanyakan mengapa dia menyeberang dengan tergesa-gesa. Tanpa banyak bicara, Retno pun segera mengeluarkan HP ”kunonya” yang sebesar kotak pensil. Ia pun membuka sebuah SMS dan menyodorkan pada Joni. Kemudian SMS itu dibaca dengan seksama oleh kedua sejoli itu,bunyinya” mbak, bapak kecelakaan, segera pulang, kami tunggu di rumah...” Didalam sebuah message tersebut tersirat sebuah firasat yang kurang mengenakkan. Dengan spontan, Joni menyuruh sopir taksi untuk berbalik arah dan mengantar Retno ke kampung halamannya di desa Petanahan, Kebumen.

Perjalanan yang cukup panjang itu ditempuh dalam waktu 5 jam, dan akhirnya sampai di Kebumen pukul 12 malam. Sesampai di halaman rumah Retno, banyak orang berkerumun. Firasat Aisya benar, bapak Retno akhirnya meninggal dunia setelah dirawat beberapa saat di ICU Rumah Sakit akibat bertabrakan dengan bus.

Hari itu adalah hari yang suram bagi Retno. Namun, ketegaran muncul di wajahnya, ketegaran yang tidak disangka ada dibalik katroknya Retno.

Seminggu berlalu, Retno pun kuliah seperti biasanya. Setelah kejadian itu Retno, Joni, dan Aisya menjadi sahabat yang sangat akrab. Mereka sering berdiskusi dan bercanda bersama di seputaran selasar kampus. Dua tahun pun berlalu demikian cepatnya, Retno lulus lebih awal satu semester dari Joni. Dia mendapat predikat Cumlaude dengan IPK 3,53. Satu semester kemudian, Joni lulus dan bekerja di sebuah perusahaan assembling kecil di daerah Magelang. Setahun kemudian, Joni menikah dengan Aisya, gadis pujaan hatinya. Setelah 7 tahun berselang, Joni dan Aisya dikaruniai 2 orang anak. Mereka hidup bahagia di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Magelang. Memang, penghasilan Joni sebagai supervisor di perusahaan itu dirasa lumayan cukup untuk hidup dengan sederhana.

Sampai suatu saat ada sepucuk surat undangan perkawinan berwarna pink dan dibalut dengan tali berwarna emas ditujukan kepada Joni sekeluarga. Setelah dibuka ternyata si Retno, teman Joni akhirnya menikah. Retno mengadakan acara resepsi di sebuah hotel bintang 5 di Jakarta. Tak diduga sebelumnya, Retno sekarang menjadi seorang Managing Director di sebuah perusahaan otomotif terbesar di Indonesia.

Di saat acara resepsi berlangsung, Ia menceritakan tentang kejadian di masa lalu saat Joni dan Aisya mengantarnya ke Kebumen untuk menjenguk ayahnya yang kecelakaan. Retno bercerita dari awal sampai akhir tanpa mengurangi maupun menambah satu bagianpun.

Hadirin sejenak hening, kulihat ada beberapa tamu undangan yang sampai menitikkan air mata. Joni dan Aisya diajaknya untuk naik ke panggung yang sangat mewah itu. Joni agak sedikit canggung saat menaikinya, maklum dia belum pernah naik ke panggung yang sangat mewah dengan dipandang oleh ribuan mata. Joi dan Aisya memberi selamat atas keberhasilannya dan atas perkawinannya. Retno pun membalasnya dengan memberi ucapan terima kasih diiringi senyum khas gaya katroknya yang tidak berubah.

Cerita ini akan selalu terkenang dan membekas di hati Joni, Aisya dan Retno sampai kapanpun. Ternyata kebaikan kecil yang dilakukan sangat membantu seorang Retno yang sedang dilanda kegundahan.

Memang, seorang sahabat sejati adalah orang yang ada disaat kita kesusahan dan membutuhkan.

NB: cerita ini didramatisir dan hanyalah fiktif belaka, adanya kesamaan nama maupun tokoh adalah merupakan kesengajaan saja.